Dr. Teerachai Pornsinsirak, yang menjabat sebagai Deputy Executive Director Research & Development Plicy, Planning & Strategy di Pusat Nanoteknologi Thailand tersebut. Beliau datang setelah terlebih dahulu mengontak Professor kami, Prof. French. Maksud kunjungan beliau ke lab kami adalah untuk melihat fasilitas fabrikasi mikroelektronika dan MEMS (Microelectromechanical System ) di Universitas kami di Delft, di samping untuk menjalin kerjasama berupa pertukaran mahasiswa atau karyawan.
Setelah salah seorang kolega kami memperkenalkan kepada beliau kegiatan riset di lab kami dalam bidang MEMS: Pressure sensor, resonator, dll., giliran beliau memberikan presentasi singkat tentang lembaga NANOTEC Thailand. NANOTEC Thailand sendiri baru berumur sekitar 4,5 tahun, didirikan Agustus 2003. Secara organisasi, NANOTEC berada di bawah National Science and Technology Development Agency (NSTDA) Thailand (http://www.nstda.or.th). NANOTEC merupakan salah satu di antara lima Pusat Teknologi yang berada di bawah NSTDA: BIOTEC (Pusat Bioteknologi), MTEC (Pusat teknologi Metal dan Material), NECTEC (Pusat Teknologi Elektronika dan Komputer), serta TMC (Pusat Management Teknologi) yang berumur lebih muda dari NANOTEC. NSTDA sendiri memiliki pegawai sejumlah 2200-an orang, dengan anggaran sejumlah 120 juta US Dollar per tahunnya. Nanotechnology is a highly multidisciplinary field, drawing from a number of fields such as applied physics, materials science, interface and colloid science, device physics, supramolecular chemistry (which refers to the area of chemistry that focuses on the noncovalent bonding interactions of molecules), self-replicating machines and robotics, chemical engineering, mechanical engineering, biological engineering, and electrical engineering. Grouping of the sciences under the umbrella of "nanotechnology" has been questioned on the basis that there is little actual boundary-crossing between the sciences that operate on the nano-scale. Instrumentation is the only area of technology common to all disciplines; on the contrary, for example, pharmaceutical and semiconductor industries do not "talk with each other". Corporations that call their products "nanotechnology" typically market them only to a certain industrial cluster.[1] Two main approaches are used in nanotechnology. In the "bottom-up" approach, materials and devices are built from molecular components which assemble themselves chemically by principles of molecular recognition. In the "top-down" approach, nano-objects are constructed from larger entities without atomic-level control. The impetus for nanotechnology comes from a renewed interest in Interface and Colloid Science, coupled with a new generation of analytical tools such as the atomic force microscope (AFM), and the scanning tunneling microscope (STM). Combined with refined processes such as electron beam lithography and molecular beam epitaxy, these instruments allow the deliberate manipulation of nanostructures, and lead to the observation of novel phenomena. Examples of nanotechnology include the manufacture of polymers based on molecular structure and the design of computer chip layouts based on surface science. Despite the promise of nanotechnologies such as quantum dots and nanotubes, real commercial applications have mainly used the advantages of colloidal nanoparticles in bulk form, such as suntan lotion, cosmetics, protective coatings, drug delivery,[2] and stain resistant clothing.
NANOTEC berdiri dengan modal awal 200.000 US Dollar, dimulai dari sebuah kantor. Di tahun pertamanya, mereka lebih sibuk dengan memformulasikan inisiatif nasional Thailand di bidang nanoteknologi, termasuk melakukan sosialisasi nanoteknologi kepada pengambil kebijakan, politisi, industri di Thailand, media massa Thailand, dan masyarakat luas. Di antara metode sosialisasi nanoteknologi yang dilakukan NANOTEC adalah melakukan road show ke Universitas, dan sekolah-sekolah di Thailand, selain juga melakukan Exhibition hasil penelitiannya ke masyarakat setiap tahun. Dr. Pornsinsirak bercerita bahwa pada eksibisi pertama NANOTEC, raja Thailand sendiri berkenan mengunjungi eksibisi ini, dan disiarkan secara langsung oleh TV Nasional Thailand selama 3 jam siaran. Diharapkan dengan begitu, setidaknya masyarakat awam pun pernah mendengar apa itu nanoteknologi, sekalipun tidak mengetahui detailnya. Pada saat kunjungan raja Thailand tersebut, NANOTEC antara lain memamerkan kemampuannya untuk menyusun molekul CO dengan STM (Scanning Tunneling Microscopy) membentuk tulisan nama Raja Thailand.
Di tahun-tahun berikutnya, NANOTEC mulai melakukan investasi untuk mengembangkan infrastruktur nanoteknologinya, berupa pembelian instrument-instrumen pengukuran dan fabrikasi. Investasi di tahun kedua berjumlah 2 Juta US Dollar, kemudian disusul tahun ketiga sejumlah 8 Juta US Dollar, dan tahun terakhir ini mereka menginvestasikan 10 Juta Dollar untuk pembelian alat-alat terbaru. Menurut Dr. Pornsinsirak, untuk pembelian SNOM (Scanning Near-Field Optical Microscopy), Raman Spectroscopy, dan AFM (Atomic Force Microscopy) saja, mereka menginvestasikan 500 ribu US Dollar.
Bidang-bidang Penelitian NANOTEC Thailand
Dari penjelasan Dr. Pornsinsirirak, penulis mendapatkan kesan bahwa sekalipun penelitian-penelitian nanoteknologi di NANOTEC Thailand sangat canggih dan menggunakan alat-alat terbaru, namun aplikasinya sangat praktis dan pragmatis serta diusahakan untuk menggunakan sumber daya alam yang terdapat di Thailand.
Ada tiga bidang penelitian yang dilakukan NANOTEC Thailand:
• Nano-Coating
• Nano-Encapsulation
• Nano-Devices
Dalam bidang nano-coating, NANOTEC menargetkan aplikasinya dalam industri tekstil dan pengolahan makanan. Bahan chitosan yang didapatkan dengan mudah dari kulit udang atau kepiting diolah untuk dijadikan nano-capsule dengan fungsi sebagai material yang dapat berubah fasa bergantung pada temperatur ruangan. Aplikasi nano-capsule chitosan ini antara lain untuk membuat bahan tekstil yang adaptif terhadap suhu sekelilingnya. Pada suhu yang panas, bahan mengembang untuk memudahkan sirkulasi udara yang pada gilirannya akan memudahkan penguapan keringat pada kulit badan, sehingga terjadi efek menyejukkan pada orang yang memakainya. Sebaliknya bila suhu sekelilingnya dingin bahan ini menjadi lebih padat dan merapat untuk mengurangi pertukaran kalor via konveksi dari tubuh pemakai ke lingkungan sekitarnya. Sementara di industri makanan dan pertanian, NANOTEC menargetkan coating untuk packaging antara lain buah durian. Diharapkan dengan coating material tertentu, efek bau durian dapat ditekan. Dalam nano-coating ini pula NANOTEC tengah mengembangkan insulation paint, semacam cat untuk insulasi panas.
Dalam bidang nano-encapsulation, NANOTEC menargetkan industri farmasi, kosmetika, dan makanan sebagai aplikasi penelitian mereka. Dalam kosmetika misalnya, NANOTEC tengah mengembangkan nanopartikel TiO2 untuk perawatan jerawat. NANOTEC berkonsentrasi pada penggunaan bahan-bahan organik, seperti herbal tradisional Thailand untuk jamu. Gamma-Oryzanol, misalnya, yang berasal dari beras, yang bermanfaat sebagai obat untuk a.k. menopausal symptoms, kecemasan, sakit perut, dan kolestorol tinggi, dikemas dalam suatu nanoenkapsulasi berupa Solid Lipid Nanoparticle (SLN). Penggunaan SLN meningkatkan solubilitas zat berkhasiat yang digunakan sebagai obat/jamu. Demikian pula zat aktif curcumin yang berasal dari kunyit, dienkapsulasi dengan Chitosan.
Dalam bidang nanodevices, NANOTEC menitikberatkan penelitiannya pada pembuatan sel surya (solar cell), khususnya yang berbahan organic. Sekalipun sel surya organic lebih rendah efisiensinya (maksimal 5%) daripada sel surya silicon Kristal tunggal atau Kristal majemuk (hingga 15%), namun biaya pembuatannya jauh lebih murah. NANOTEC meneliti terutama dari sisi ilmu bahan dan aspek pemrosesan lapisan tipis untuk menghasilkan elektronika organic dan elektronika plastik/polimer. Mereka juga tengah mengembangkan dye-sensitized solar cells, atau sel surya yang ditingkatkan efisiensinya dengan zat warna. Zat warna ini diekstrak dari tanaman, seperti bayam dan sayur-sayuran hijau lainnya, demikian penjelasan Dr. Pornsinsirirak. Selain sel surya, NANOTEC juga mengembangkan hidung elektronik yang akan diaplikasikan di industri kopi, untuk menguji kualitas aroma kopi secara lebih konsisten dibandingkan uji kualitas dengan hidung manusia. Biosensor berupa konjugat bahan latex (dari karet) dengan antibodi pun tengah dikembangkan. Selain itu, juga dalam bidang biosensor, mereka tengah mengembangkan deteksi cepat bacteria dengan nanopartikel konjugat semikonduktor flouropheres. Untuk mendukung industry gula-tebunya (Thailand adalah pengekspor gula tebu nomor 2 terbesar di dunia setelah Brazil), NANOTEC mengembangkan pula keping mikrofluidik (microfluidic chip) untuk sensor glukosa, dengan immobilisasi ezim glucose oxidase.
Menurut penuturan Dr. Pornsinsirirak, kunjungan mereka ke Eropa kali ini adalah untuk menjajagi kemungkinan perluasan infrastruktur mereka untuk merambah bidang nanodevais yang mesti dibuat dengan metode top-down atau pemrosesan kering yang meminjam prosesnya dari teknologi mikroelektronika.
Sekalipun baru berumur empat tahun lebih sedikit, penulis berkesimpulan bahwa Thailand dengan unsure pemerintah, akademis, dan industrinya bersungguh-sungguh dalam perencanaan dan pengembangan nanoteknologi berkelas dunia dengan aplikasi yang sangat membumi untuk Negara Thailand. Strategi Thailand dengan memusatkan infrastrukturnya kemudian mendayagunakannya secara sharing amat tepat untuk menghemat biaya riset dan pengembangan nanoteknologi. Di samping itu, ada keinginan kuat dan gigih untuk membina sumber daya manusia mereka dengan menyekolahkannya di Amerika Serikat, Jepang, dan dalam negeri Thailand sendiri, serta mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian serupa di luar Thailand.
Sungguh sangat baik apabila Indonesia dapat belajar dari pengalaman Thailand ini, untuk merencanakan dan mengembangkan road map nanoteknologi nasional Indonesia yang didukung semua unsur yang terlibat: pemerintah, dunia akademis, dan dunia
Jumat, 24 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar