Peneliti di Yogyakarta berhasil menemukan bahan bakar berbahan air. Ada empat jenis: pengganti minyak tanah, bensin, solar, dan avtur. Siap diproduksi secara massal. Harga minyak dunia menembus angka US$ 102,08 per barel, Rabu pekan lalu. Harga minyak yang membubung itu bikin subsidi melambung. Pemerintah pun menjadi bingung. Bayangkan, subsidi untuk BBM tahun 2007 saja mencapai Rp 50,64 trilyun.
Sungguh beban yang amat berat hagi pemerintah yang sekarang ini terus mengalami defisit anggaran.
Sementara kabar mendung itu berembus, titik terang datang dari Yogyakarta. Tim peneliti dari Pusat Studi Pengembangan Energi Regional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berhasil melakukan riset bahan bakar berbahan dasar air. Hasil penelitian itu berupa bahan bakar pengganti minyak tanah, solar, bensin, dan avtur.
Atas penemuan itu, UMY akan mengadakan grand launching tentang bahan bakar yang dinamai Banyugeni itu, April mendatang. Pada saat itulah proses pembuatan Banyugeni akan dibeberkan secara lebih lengkap dan siap digunakan dalam skala besar. “Pada saat ini sedang dalam masa fabrikasi,” kata Rektor UMY, Khoiruddin Bashori.
Khoiruddin menyatakan, hydrofuel sangat menjanjikan sebagai alternatif energi. Bahkan Banyugeni siap diproduksi secara komersial untuk industri dan kepentingan masyarakat luas. “Untuk membantu rakyat kecil,” katanya.
“UMY ingin memberikan hasil penelitian ini untuk seluruh rakyat Indonesia, bahkan dunia. Soal bahan baku, sangat melimpah di sekitar kita,” ia menegaskan. Sebab bahan baku Banyugeni yang paling pokok adalah air. Bisa menggunakan air tawar ataupun air laut. Sebelumnya, UMY menggelar soft launching di kampus UMY, Jalan Ring Road Barat, Bantul, Yogyakarta, 13 Februari silam.
Dalam acara itu dilakukan penyalaan lampu dan kompor minyak menggunakan hydro-kerosene (pengganti minyak tanah) Banyugeni. Nyala lampu maupun kompor berwarna kemerahan dan tidak menimbulkan asap jelaga berlebihan.
Untuk hydro-diesel (kembaran solar) dan hydro-premium (setara bensin), percobaan dilakukan dengan menggelontorkannya ke tangki traktor dan sepeda motor. Ketika traktor distarter, asap hitam mengepul dari cerobong traktor saat pertama kali menyala, selanjutnya bening. Knalpot sepeda motor yang menyalak juga tidak menimbulkan asap lengas.
Sedangkan hydro-avtur (pengganti avtur) dijajal di Lembaga Pendidikan dan Latihan Penerbangan Surakarta, menggunakan pesawat ultra-ringan tipe Jora, 11 Februari 2008. Mesin Rotax 582 ternyata mudah beradaptasi dengan hydro-avtur. UMY memperoleh surat resmi dari lembaga tadi yang menyebutkan bahwa hydro-avtur Banyugeni bisa digunakan untuk menerbangkan pesawat. “Dalam surat itu juga disebutkan, baik untuk start engine maupun power memuaskan,” kata Khoiruddin.
Uji coba berlangsung lancar. “Penelitian ini menggunakan air laut karena kalau menggunakan air tanah akan berbenturan dengan kepentingan manusia,” tutur Purwanto, seorang peneliti. Dia menjelaskan, pada hakikatnya air (H20) adalah api.Jika atom 2H20 terpecah menjadi 2H2 dan 02, maka H2 bisa menyala, bahkan bisa meledak. Sedangkan 02 merupakan komponen pembakar.
“Tak ada api tanpa oksigen. Dari teori seperti ini, maka bukan hal aneh membuat bahan bakar dengan bahan dasar air. Jika temuan ini diproduksi secara massal, persoalan bahan bakar bukan lagi masalah utama di negeri kita,” Purwanto optimistis. Selain Purwanto, penelitian juga dilakukan oleh Bledug Kusuma Prasadja, Tony K. Haryadi, Lilik Utari, dan Nike Triwahyuningsih.
Nike Triwahyuningsih menjelaskan bahwa semua jenis air bisa diolah menjadi hydrofuel setelah melalui proses pemurnian air. Air murni merupakan bahan dasar Banyugeni. Untuk memperolehnya, dari satu liter air tanah, setelah dimurnikan, akan diperoleh 0,5 liter air murni. Untuk air laut, volume air murni yang diperoleh bisa lebih banyak.
Limbah hasil proses pemurnian ini pun masih bisa dimanfaatkan, misalnya untuk pupuk atau aspal. Proses pemurnian air ini lazim disebut demineralized water alias demin water. Pertamina juga memproduksi air murni melalui Water Treatment Unit Pengolahan III Plaju, Palembang. Air murni produksi Pertamina Plaju diproses dengan metode pertukaran ion (ion exchange) menggunakan ion exchange resin sebagai media penukar ion.
Ion adalah atom bermuatan listrik positif maupun negatif. Ion dalam pemurnian air berfungsi sebagai pengikat mineral. Demin water adalah air murni dengan kandungan mineral sangat kecil. Pertamina Plaju memproduksi 45.270 meter kubik air murni per tahun. Dalam bidang kedokteran, air murni biasanya digunakan untuk mengobati pasien gagal ginjal.
Sedangkan untuk menghasilkan bahan bakar dan air murni, para peneliti memakai teknologi mekanotermal-elektrokemis yang mencakup empat macam proses, yaitu mekanik (gerak), termal (panas), listrik, dan kimiawi. Perpaduan keempat proses itu dengan bahan baku air murni menghasilkan empat produk bahan bakar. Menurut Bledug Prasojo, hydrofuel sangat hemat.
Dari satu liter air murni dapat tercipta bahan bakar yang jumlahnya kurang lebih sama. “Penyusutannya sedikit, sekitar 10��� ujarnya. Air yang digunakan adalah air biasa atau air tawar. Air laut juga bisa digunakan, tapi harus melewati fase penyulingan terlebih dahulu.
Meskipun terbuat dari air, toh bahan bakar hydro tidak menyebabkan karat (korosif). Kelebihan lain, emisinya sangat rendah. Tidak hanya lewat pantauan indra, melainkan juga melalui uji laboratorium. Produk ini sudah diuji di PT CoreLab Indonesia, laboratorium internasional yang independen. Hasilnya menunjukkan, empat varian Banyugeni telah memenuhi standar Dirjen Migas.
Menurut hasil uji laboratorium, selain tidak korosif, residu pada hydropremium sangat rendah. Standar baku menetapkan 2,0�olume hydro-premium mencatatkan residu pada nilai 0,5�Kandungan pencemar lainnya juga tipis. Bahkan kandungan timbalnya hampir nol.
Seperti saudaranya, hydro-avtur juga tidak korosif dan beremisi rendah (total sulfurnya hanya 10�ari maksimal yang dipersyaratkan). Ia juga tidak mudah membeku (freezing point minus 45 derajat celsius). Ketahanan terhadap pembekuan memang penting bagi bahan bakar pesawat. Sebab, jika pesawat terbang tinggi, suhu udara yang mengelus pesawat bisa mencapai minus 25 derajat celsius.
Hydro-diesel juga tidak korosif, beremisi rendah, dan tidak meninggalkan residu berlebihan. Itu pula yang dicatatkan hydro-kerosene. Bahan bakar rakyat itu, selain tidak korosif, juga tak beracun.
Setelah lulus dari rangkaian ujicoba itu, menurut Bledug, penelitian hydrofuel sudah final. Namun, untuk memproduksi secara massal dan komersial, ada serangkaian proses lebih lanjut. Tentu harus pula melibatkan pabrikan yang bisa memasok bahan baku air murni.
“Harus melalui perhitungan-perhitungan rumit. Tim peneliti harus berkumpul lagi dan merumuskan rancangan-rancangannya,” Bledug menegaskan. (GATRA, 12 Maret 2008/ humasristek
Jumat, 24 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar